Senin, 06 April 2009

MASA KAMPANYE DAN PEMBODOHAN







Kampanye, suatu masa sebelum Pemilihan Umum dilaksanakan. Dimana politik pegitu panas dan cenderung panas, tapi bisa saja menjadi lelucon untuk beberapa orang. Perebutan suara, perebutan pengaruh, perebutan kursi jabatan, dan perebutan simpati.
Tetapi jika diurai lagi, lebih banyak yang di[erbutkan lebih dari pendapat saya ini.
Sore tadi saya melihat acara reality show di sebuah stasiun televise swasta. Sebuah acara yang mencoba menelisik lebih dalam tentang masalah di kehidupan sehari-hari yang ternyata salah dan mencoba menyampaikan kepada khalayak bahwa hal yang dilakukan oleh seseorang itu salah karena tidak sesuai dengan hokum dan peraturan di negeri ini. Sang reporter yang tingkahnya memang “gokil” mewawancarai seorang ibu yang sedang menikmati makanan sate hasil jatah suatu parpol tertentu karena sang ibu mengikuti kampanye parpol tersebut. Begitu lugu sang ibu bercerita, ah seandainya saja penegak hokum anggap ini bukan lelucon dan tidak sok aksi saja, mungkin masalah ini sudah menjadi masalah serius. Sang reporter bertanya apakah sering ibu ikut acara semacam ini? Si ibu menjawab “sering”. Apakah ibu hanya ikut kampanye partai ini? Si ibu menjawab “tidak”. Kenapa ibu mengikuti kampanye parpol ini? Si ibu menjawab “ada yang nyuruh dan mengajak”. Kok ibu mau? Si Ibu menjawab “kan dikasih duit dan jatah makan”. Terus besok ikut kampanye apa lagi bu? Ibu menjawab “ ikut parpol “merah, besoknya lusa partai merah”.
Oh …apa yang terlintas di pikiran anda? Bayangkan jika ada 1 orang diantara 10 orang yang berlaku seperti ibu yang tadi? Betapa nelangsanya wajah demokrasai di negeri ini.
Acarapun berlanjut, reporter pergi lagi ke suatu kampanye partai pelarian orde baru (begitu saya menyebutnya). Wanwancara pun dilakukan lagi. Kali ini dengan seorang Bapak yang umurnya + 40 tahunan. Apakah Bapak tahu partai ini kepanjangannya apa pak? Si Bapak hanya bengong dan mencoba mengarang kepanjangannya. Jawaban bapak out tentu salah, kemudian ia mencoba bertanya kepada kawan-kawan peserta kampanye lainnya. Ujung-ujungnya mereka malah saling berdebat tentang mana yang benar dari semua yang mereka sebutkan. Aduh bener-bener payah…….!!!!!!!!!
Perjalanan sang reporter berlanjut kepada kerumunan peserta kampanye dengan sepeda motor. Dan sudah bisa ditebak, banyak orang yang tak memakai perlengkapan berkendara yang benar. Satu, dua tiga orang ditanya dengan pertanyaan yang berbeda-beda. Ibu kok tidak pakai helm? Dan jawabannya “kan yang lainnya juga nggak pakai”. Bapak, memangnya kalau kampanye, peraturan lalu-lintas tidak berlaku lagi ya pak ya? Bapak tersebut hanya menjawab “ya nggak berlaku lagi lah….buktinya saya nggak ditilang”. Bapak dan ibu ini ikut kampanye kok bawa anak-anak pak, bu? Sepasang suami istri tadi menjawab “iya mas sambil jalan-jalan, tamasya daripada suntuk di rumah” ah kampanye wisata rupanya.
Aduh……kok seperti ini ya? Sebenarnya mereka ini korban atau memang komoditi bisnis kampanye ya? Heran saya.
Sore ini, saya berangkat ke kota tempat saya bekerja sekarang. Dalam perjalanan saya berpapasan dengan arak-arakan kendaraan roda 2 yang baru saja pulang dari kampanye sebuah parpol yang berbasis agama di negeri ini. Tapi dari cara yang masa parpol tersebut tunjukkan, benar-benar tidak simpatik? Inikah wajah pesta demokrasai Indonesia? Tidak simpatik dan seperti hokum rimba? Hokum rimba….iya dengan berkerumun, rombongan sepeda motor itu mencoba memenuhi jalan termasuk yang dari arah berlawanan sehingga jalanan harus mengalah dengan aksi “ndeso” mereka. Setelah dekat, saya mencoba mengamati masa yang ternyata terdiri dari anak-anak mungkin seumuran adik saya yang masih SMP dengan bertelanjang dada mengibarkan bendera parpol yang sebenarnya berwarna segar dan sejuk tersebut, tetapi bagi saya tiba-tiba saja menjadi muram. Beberapa orang lainnya mencoba berteriak menyuruh agar kendaraan lainnya menepi seolah mereka yang punya jalan. Terpaksa saya cari jalan lain daripada harus mendahului mereka.
Di sebuah kota yang saya lewati, saya agak salut karena para peserta kampanye dirazia oleh polantas dan sepertinya diberikan peringatan dan pengarahan, selebihnya saya tidak tahu, apakah mereka dilepas begitu saja atau ditahan karena saya hanya lewat saja.



Sambutan masyarakat sekarang nampaknya juga tidak seperti saat beberapa tahun lalu tentang masa kampanya, mungkin masyarakat terlalau sibuk dengan kegiatan lain atau malah tidak peduli lagi karena terlanjur tidak percaya dengan janji palsu para caleg, parpol, atau capres. Mungkin Bangsa ini sudah semakin cerdas, tetapi bisa saja bangsa ini semakin bodoh. Berbagai survey di negeri ini bagi saya tidak relevan dan sulit dianggap sebagai curvey atau polling. Kampanye dengan kendaraan roda dua yang dibuat dengan suara yang memekakkan telinga bagi saya itu sebuah kekonyolan, masa depan menjadi tidak pasti sekarang. Bagaimana nanti jika pemimpin setelah pemilu berbeda dengan yang sekarang? Lalu bensin naik lagi sembako langka? Siapa yang benar dan siapa yang benar? Maslah baru.

Lalu sebenarnya siapa yang pintar dan siapa yang bodoh? Siapa yang dipintarkan dan siapa yang dibodohkan? Siapa yang memintarkan dan siapa yang membodohi?
APA KITA HARUS MENUNGGU………………..

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

JUST WRITE HERE PLEASE...........